ngehitsnow.id – Fahmy Radhi dari Universitas Gadjah Mada menyoroti kerugian ekonomi dari pertambangan nikel di Raja Ampat yang melebihi kasus PT Timah Tbk. Kerusakan ekosistem dan dampak lingkungan menjadi sorotan utama dalam estimasi kerugian yang mencapai lebih dari Rp300 triliun.
Meskipun ada keuntungan ekonomi, kerugian ekologis yang ditimbulkan dinilai jauh lebih signifikan. Kebijakan pemerintah dalam menangani masalah ini dianggap belum cukup kuat untuk mengatasi kerusakan yang terjadi.
Kerugian dan Dampak Ekologis
Fahmy Radhi dari Universitas Gadjah Mada mengungkapkan parahnya kerusakan akibat pertambangan nikel di Raja Ampat. Kehilangan flora dan fauna langka menjadi kerugian yang tak tergantikan maupun bisa direklamasi.
Menurut Fahmy, kerugian negara dari aktivitas ini diprediksi bisa melampaui Rp300 triliun. Ia membandingkan kondisi ini dengan penambangan ilegal PT Timah Tbk yang menyebabkan kerugian Rp271 triliun.
Pemilihan Raja Ampat sebagai lokasi tambang menimbulkan kekhawatiran terkait dampak ekologi yang lebih luas. Kerusakan ini mengancam kesehatan manusia, selain merusak ekosistem lokal.
Langkah pemerintah sejauh ini dinilai belum maksimal, meskipun sudah ada pencabutan izin usaha dari beberapa perusahaan. PT GAG Nikel dikecualikan dalam kebijakan itu, menimbulkan kritik dari berbagai pihak.
Upaya Hukum dan Regulasi
Fahmy menuntut penegakan hukum yang lebih tegas atas pelanggaran tambang di Raja Ampat. Dia menekankan perlunya penelusuran mendalam tentang bagaimana izin tambang bisa diberikan.
PT GAG Nikel diduga melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, yang tidak memperbolehkan tambang di lokasi tersebut. Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi telah mendukung undang-undang ini.
Bareskrim Polri mulai menyelidiki dugaan tindak pidana dalam penerbitan IUP di Raja Ampat. Proses ini diharapkan bisa membongkar praktik KKN yang sering terjadi dalam proses perizinan tambang.
Pencabutan Izin dan Reaksi Pemerintah
Presiden Prabowo Subianto mengambil tindakan dengan mencabut Izin Usaha Pertambangan empat dari lima perusahaan di Raja Ampat. Namun, PT GAG Nikel masih beroperasi dan menghadapi kritik tajam.
Fahmy mengkritik alasan bahwa perusahaan melakukan reklamasi, menyebut bahwa reklamasi tidak membenarkan dampak kesehatan yang timbul dari tambang tersebut. Jarak tambang yang jauh pun tidak menghalangi dampak terhadap ekosistem.
Pengawasan dan penegakan hukum harus lebih tegas untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang ada. Pemerintah diharapkan dapat melakukan analisis perizinan yang lebih ketat untuk mencegah kerusakan lanjutan.